PENGELOLAAN DAS
“Karakteristik
Sub DAS Lahumbuti”
Oleh:
I
S R A D1B5
09 086
NANI MARLINA D1B5 09 106
ABDUL HAKAM R. D1B5 09 062
JURUSAN KEHUTANAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVESITAS HALUOLEO
KENDARI
2011
I.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hutan
adalah suatu komunitas tumbuhan yang didominasi oleh pohon-pohon atau tumbuhan
berkayau lainnya, tumbuh secara bersama-sama dan cukup rapat. Definisi hutan
ini lebih menekankan kepada wujud biofisik hutan berdasarkan jenis tumbuhan
yang dominan (pohon-pohon atau tumbuhan berkayu lainnya). Sifat pertumbuhan
pohon (bersama-sama atau cukup rapat) dan beerfungsi sebagai komunitas
tumbuhan. Secara ekologis hutan mampu menciptakan iklim mikro di dalam hutan,
yang berbeda dengan keadaan sekitarnya (Arief, 1994).
Menurut
UU No. 41/1999 kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan
ditetapkan oleh pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan
tetap. Pemerintah menetapkan hutan berdasarkan fungsi pokok tersebut yaitu
hutan konservasi, hutan lindung dan hutan produksi. Hutan lindung merupakan
salah satu unsur didalam DAS yang berperan melindungi tata air, mengurangi
erosi dan mencegah bahaya banjir.
DAS
merupakan daerah atau suatu wilayah yang dibatasi oleh dua batas-batas
topografi secara alami sehingga setiap air hujan yang jatuh dalam DAS tersebut
akan mengalir melalui titik tertentu dalam DAS tersebut. DAS juga merupakan
suatu sistem yang pengembanganya bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup dan
meningkatkan taraf hidup manusia secara lestari. Agar suatu DAS tidak rusak
maka perlu dijaga kelestarian hutan dan diperlukan pula pengelolaan DAS yang
baik.
Penebangan
hutan secara besar-besaran merupakan hal yang akan mempengaruhi fungsi
DAS. Seperti halnya Sub DAS Lahumbuti
bagian hulu yang berfungsi sebagai kawasan konservasi yang dikelolah untuk
memelihara produktivitas sumber daya lahan dan keberkelanjutan sumber daya air
agar tidak terdegradasi. DAS Lahumbuti merupakan Sub DAS Sampara yang luasnya
95.198 Ha dengan luas hutan lindung seluas 248.342,98 Ha yang tersebar
diseluruh Kecamatan di Kabupaten Konawe yang ditetapkan SK Menteri Kehutanan
No.454/kpts-II/1999 (Dishut Konawe, 2008).
Berdasarkan
hal tersebut, maka dibuatlah laporan ini untuk mengetahui karakteristik DAS
Lahumbuti agar kita mendapatkan panjang sungai secara keseluruhan dan menetukan
bentu/jenis DAS tersebut.
B. Tujuan Dan Manfaat
Tujuan
dari pembuatan laporan ini yaitu untuk mengetahui panjang Das Lahumbuti, Luas
DAS, Kerapatan drainase, Penutupan dan penggunaan lahan, benuk DAS, Kelas
topografi pada Das Lahumbuti dan Kemiringan
lereng Wilayah Das Lahumbuti.
Manfaat
dari pembuatan laporan ini yaitu dapat mengetahui panjang Das Lahumbuti, Luas
DAS, Kerapatan drainase, Penutupan dan penggunaan lahan, benuk DAS, Kelas topografi
pada Das Lahumbuti dan Kemiringan lereng
Wilayah Das Lahumbuti.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian DAS
Menurut
Undang-Undang No. 7 tentang Sumber Daya Air Tahun 2004 disebutkan bahwa DAS
adalah wilayah daratan sebagai suatu kesatuan denagan sungai dan anak-anak
sungainya yang berfungsi untuk menampung, menyimpan dan mengalirkan air yang
berasal dari curah hujan menuji ke danau atau ke laut secara alami. Sedangkan
batas di darat merupakan pemisah topografi dan batas di laut sampai dengan
daerah perairan yang masih terpengaruh oleh aktivitas daratan.
DAS
merupakan suatu sistem yang perkembangannya bertujuan untuk memenuhi kebutuhan
hidup dan meningkatkan taraf hidup manusia secara lestari, sehingga sasaran
pengembangan DAS akan menciptakan ciri-ciri sebagai berikut: (1) mampu
memberikan produktivitas lahan yang tinggi, (2) mampu menjamin kelestarian DAS,
yaitu mampu menjamin produktivitas yang tinggi, erosi/sedimen yang rendah dan
fungsi DAS sebagai penyimpan air dapat memberikan “water yield” yang cukup
tinggi dan merata sepanjang tahun, (3) mampu menjaga adanya pemerataan
pendapatan petani dan (4) mampu mempertahankan kelestarian DAS terhadap
goncangan yang terjadi (Resilient) (Sinukaban, 1999).
B.
Pola
Aliran Sungai
Pola aliran merupakan pola dari organisasi atau
hubungan keruangan dari lembah-lembah, baik yang dialiri sungai maupun lembah
yang kering atau tidak dialiri sungai. Pola aliran dipengaruhi oleh lereng,
kekerasan batuan, struktur, sejarah diastrofisme, sejarah geologi dan
geomerfologi dari daerah alairan sungai. Dengan demikian pola aliran sangat
berguna dalam interpretasi kenampakan geomorfologis, batuan dan struktur
geologi.
a. Dendritik: seperti
percabangan pohon, percabangan tidak teratur dengan arah dan sudut yang
beragam. Berkembang di batuan yang homogen dan tidak terkontrol oleh struktur,
umunya pada batuan sedimen dengan perlapisan horisontal, atau pada batuan beku
dan batuan kristalin yang homogen.
b. Rectangular : Aliran
rectangular merupakan pola aliran dari pertemuan antara alirannya membentuk
sudut siku-siku atau hampir siku-siku. Pola aliran ini berkembang pada daerah
rekahan dan patahan.
c. Paralel: anak sungai utama
saling sejajar atau hampir sejajar, bermuara pada sungai-sungai utama dengan
sudut lancip atau langsung bermuara ke laut. Berkembang di lereng yang
terkontrol oleh struktur (lipatan monoklinal, isoklinal, sesar yang saling
sejajar dengan spasi yang pendek) atau dekat pantai.
d. Trellis: percabangan anak
sungai dan sungai utama hampir tegak lurus, sungai-sungai utama sejajar atau
hampir sejajar. Berkembang di batuan sedimen terlipat atau terungkit dengan
litologi yang berselang-seling antara yang lunak dan resisten.
e. Deranged : pola aliran yang
tidak teratur dengan sungai dengan sungai pendek yang arahnya tidak menentu,
payau dan pada daerah basah mencirikan daerah glacial bagian bawah.
f. Radial Sentrifugal: sungai
yang mengalir ke segala arah dari satu titik. Berkembang pada vulkan atau dome.
g. Radial Centripetal: sungai
yang mengalir memusat dari berbagai arah. Berkembang di kaldera, karater, atau
cekungan tertutup lainnya.
h. Annular: sungai utama
melingkar dengan anak sungai yang membentuk sudut hampir tegak lurus.
Berkembang di dome dengan batuan yang berseling antara lunak dan keras.
i. Pinnate : Pola Pinnate adalah
aliran sungai yang mana muara anak sungai membentuk sudut lancip dengan sungai
induk. Sungai ini biasanya terdapat pada bukit yang lerengnya terjal.
j. Memusat/Multibasinal:
percabangan sungai tidak bermuara pada sungai utama, melainkan hilang ke bawah
permukaan. Berkembang pada topografi karst.
C. Mengitung Panjang Sungai
Panjang sungai dapat dihitung dengan menggunakan alat bantu yang
berupa benang. Benang digunakan untuk mengukur panjang sungai dengan memasang
benang sesuai dengan apola aliran sungai dan kemudian diukur panjangnya dengan
menggunakan penggaris. Perhitungan panjang sungai nantinya akan digunakan untuk
menghitung besarnya kerapatan aliran di dalam suatu DAS. Panjang sungai dapat
dihitung dengan rumus:
Dalam
pengukuran luas bisa menggunakan cara seperti yang suda dikerjakan pada acara 3
Cara / methode pengukuran luas dari peta antara lain :
a. Methode Segi Empat (Square Method)
Pengukuran luas dengan methode segi empat ini
dilakukan dengan cara membuat petak-petak / kotak bujur sangkar pada daerah
yang akan dihitung luasnya. Pada batas tepi yang luasnya setengah kotak atau
lebih, dibulatkan menjadi satu kotak, sedangkan kotak yang luasnya kurang dari
setengah, dihilangkan (tidak dihitung). Hal yang perlu diperhatikan adalah
pertimbangan keseimbangan, harus ada penyesuaian antara kotakyang dibulatkan
dengan yang dihilangkan. Sedapat mungkin, kotak / daerah yang dihilangkan sama
atau seimbang dengan daerah yang dibulatkan.
b. Methode Jalur ( Stripped Method)
Pengukuran luas dengan methode jalur ini
dilakukan denagn membuat jalur / garis horizontal yang sejajar dan berinterval
sama, kemudian pada bagian tepi jalur ditarik garis keseimbangan.
Luas A1 = (panjang x lebar A1) X skala
Atau :
Luas = I (panjang a1+A2+A3+A4+A5)
I = tinggi / lebar jalur
c. Methode Segitiga (Triangle Method)
Pengukuran luas dengan methode segitiga ini
dilakukan dengan membuat segitiga-segitiga di seluruh daerah yang akan diukur
luasnya pada peta, dan pada sisa daerah diluar segitiga ditambahkan garis-garis
yang tegak lurus dengan base line (sisi segitiga), yang disebut dengan offset.
Luas daerah yang dihitung =
(luas segitiga + luas offset) X skala peta
Dimana
d. Planimeter
Methode ini merupakan methode pengukuran luas
dengan menggunakan alat Planimeter. Daerah yang akan diukur harus merupakan
polygon / area tertutup. Cara pengukuran luas sebagai berikut : kaca pengamat
planimeter diletakkan pada titik awal area yang akan diukur luasnya,kemudian alat
pengamat digerakkan searah jarum mengikuti batas area yang akan diukur sampai
alat pengamat kembali ke titik awal .Luas area / daerah yang dihitung, langsung
dapat dibaca pada planimeter.
D.
Menghitung
kerapatan aliran
Kerapatan aliran DAS atau Density, merupakan
indeks yang menunjukkan banyaknya anak sungai dalam suatu DAS, dinyatakan
dengan perbandingan antar panjang keseluruhan dengan luas DAS. Rumus
penghitungan kerapatan aliran DAS adalah sebagai berikut:
Dd =L/A
Keterangan Dd = kerapatan
drainase
L = Jumlah panjang sungai + anak sungai (km)
A = luas penampang (Km2)
Untuk
mencari jumlah panjang sungai ditambah anak sungai digunakan rumus sebagai
berikut:
L = (P1 + P2 + P3 +……..+
Pn ) x penyebut skala.
Dimana P = jumlah panjang
sungai ditambah anak sungai.
Semakin besar nilai Dd semakin baik sistem drainasenya
(semakin besar jumlah limpasannya). Nilai Dd dikelompokkan menjadi;
1. < 0,25 km/km2 termasuk rendah
2. 0,25 – 10 km/km2 termasuk sedang
3. 10 – 25 km/km2 termasuk tinggi
4. 25 km/km2 termasuk sangat tinggi
E. Keadaan Umum DAS Lahumbuti
Berdasarkan Peraturan
Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 39/PRT/1989, Sub DAS Lahumbuti merupakan bagian
dari SWS Sapara-Lasolo seluas 95.195 Ha, berada dalam wilayah Kabupaten Konawe
Sulawesi Tenggara dan secara geografis terletak pada 121o10’00’’-
122o16’00” BT dan 3o26’00”- 4o08’00” LS.
secara administrasi pemerintah, wilayah Sub DAS Lahumbuti meliputi wilayah
Kecamatan Abuki, Tongauna, Unaaha, Anggaberi, Wawotobi, Meluhu dan Amonggedo.
luas wilayah Sub DAS Lahumbuti secara administrasi disajikan pada tabel
berikut:
No.
|
Kecamatan
|
Luas
Wilayah Administrasi
|
Luas
Wilayah Dalam DAS
|
||
(Ha)
|
%
|
(Ha)
|
%
|
||
1.
|
Abuki
|
63,756.00
|
45.99
|
42,075.00
|
44.20
|
2.
|
Tongauna
|
22,377.00
|
16.14
|
19,120.00
|
20.09
|
3.
|
Unaaha
|
20,703.00
|
14.93
|
16,200.00
|
17.02
|
4.
|
Anggaberi
|
7,501.00
|
5.41
|
6,784.00
|
7.09
|
5.
|
Wawotobi
|
12,375.00
|
8.93
|
5,730.00
|
6.02
|
6.
|
Meluhu
|
8,550.00
|
6.17
|
4,436.00
|
4.66
|
7.
|
Amonggedo
|
3,375.00
|
2.43
|
886.00
|
0.93
|
Jumlah
|
138,637.00
|
100.00
|
95,195.00
|
100.00
|
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Luas Sub DAS Lahumbuti
Luas DAS lahumbuti
dengan menggunakan kertas grid, dimana luasnya dapat dihitung dengan:
B. Panjang Sungai Utama
Panjang sungai dapat dihitung
dengan menggunakan alat bantu yang berupa benang. Dari data pada peta Sub
DAS Lahumbuti dengan skala perbandingan 1:100000 maka
dapat dihitung panjang sungai
ditambah anak sungai digunakan rumus sebagai berikut:
C. Kerapatan Drainase
jumlah
panjang sungai ditambah anak sungai digunakan rumus sebagai berikut:
L = (P1 + P2 + P3 +……..+
Pn ) x penyebut skala.
L = (125 + 80 + 75
+........ + 650) x 100000
= 45.510 m2
Dimana P = jumlah panjang
sungai ditambah anak sungai.
Maka untuk penghitungan kerapatan aliran DAS adalah
sebagai berikut:
Berdasarkan
hasil tersebut bahwa nilai dari Dd
yaitu 14,22 disimpulkan bahwa sistem
drainase pada DAS Lahumbuti masih baik karena masih dalam kategori tinggi
menurut pembagian sistem drainase. yakni
1. < 0,25 km/km2 termasuk rendah
2. 0,25 – 10 km/km2 termasuk sedang
3.
10 – 25 km/km2 termasuk tinggi
4. 25 km/km2 termasuk sangat tinggi
D. Penggunaan dan Penutupan Lahan Das Lahumbuti
Hasil
dari data-data terhadap penggunaan lahan dan penutupan lahan Das Lahumbuti pada
tahun 2010 disajikan pada Tabel berikut:
Tabel. Hasil pengamatan penggunaan dan penutupan lahan di
Kawasan Sub Das Lahumbuti 2005-2010
No.
|
Penutupan dan penggunaan lahan
|
Perubahan lahan
|
Luas perubahan (km2)
|
|||
2005
|
2008
|
|||||
Km2
|
%
|
Km2
|
%
|
|||
1.
|
Kawasan hutan
|
672.03
|
70.60
|
666.03
|
69.96
|
-6.00
|
2.
|
Lahan perkebunan
|
77.32
|
8.12
|
92.84
|
9.75
|
15.52
|
3.
|
Sawah
|
107.97
|
11.34
|
98.67
|
10.37
|
-9.30
|
4.
|
Semak belukar
|
71.85
|
7.55
|
69.47
|
7.30
|
-2.38
|
5.
|
Kawasan terbangun
|
12.77
|
1.34
|
15.14
|
1.59
|
2.37
|
6.
|
Lahan basah
|
1.80
|
0.19
|
1.59
|
0.17
|
-0.21
|
7.
|
Air permukaan
|
8.21
|
0.86
|
8.21
|
0.86
|
0.00
|
|
Jumlah
|
951.95
|
100
|
951.95
|
|
|
Sumber : Pengolahan
Data Citra Iconas Dishut Kab. Konawe, 2008 berasal dari Adri Syawal, 2010
(Skripsi)
Penyebaran penutupan
dan penggunaan lahan di wilayah Sub DAS Lahumbuti sebagian besar merupakan
kawasan hutan dengan luas penyebaran 662,03 Ha (69,55 %), kemudian diikuti oleh
penggunaan lahan untuk kawasan pertanian (sawah dan kawasan perkebunan dan
hortikultural) dengan luas penyebaan sawah 98,67 km2 (10,37%), semak
belukar (campuran semak belukar dan padang ilalang) dengan luas 69,47 km2 (7,30
%) dan lahan basah (rawa air tawar) serta tubuh perairan berupa sungai dengan
luas 1,59 km2 (0,17 %).
Penutupan dan
penggunaan di wolayah Das Lahumbuti menunjukkan bahwa telah terjadi perubahan
fungsi yang disebabkan oleh beberapa factor yaitu 1). Pemanfaatan lahan berupa
tegalan dengan teknik berpindah dan penebangan kayu sehingga proses regenersi
hutan sering tidak terjadi, 2). Praktek penebangan kayu secara illegal logging
sehingga menurunkan fungsi hutan.
E. Kemiringan Lereng Wilayah Das Lahumbuti
Tabel. Kemiringan
Lereng Wilayah Das Lahumbuti
Kecamatan
|
Kemiringan lereng
|
|||||||||
0-2 %
|
2-7 %
|
7-15 %
|
15-30 %
|
30 %
|
||||||
Km2
|
%
|
Km2
|
%
|
Km2
|
%
|
Km2
|
%
|
Km2
|
%
|
|
Abuki
|
14.07
|
1.478
|
-
|
0
|
3.23
|
0.34
|
5.60
|
0.59
|
56.43
|
5.93
|
Anggaberi
|
14.35
|
1.507
|
2.71
|
0.26
|
17.75
|
1.86
|
3.79
|
0.4
|
47.49
|
4.99
|
Anggoro
|
16.99
|
1.784
|
-
|
0
|
22.87
|
2.4
|
11.75
|
1.23
|
53.86
|
5.66
|
Anggotoa
|
3.31
|
0.3477
|
4.56
|
0.48
|
-
|
0
|
4.23
|
0.44
|
17.15
|
1.80
|
Benua
|
41.41
|
4.35
|
1.77
|
0.19
|
27.91
|
2.93
|
3.50
|
0.37
|
34.11
|
3.58
|
Lahumbuti hulu
|
7.95
|
0.836
|
-
|
0
|
10.22
|
1.07
|
15.16
|
1.59
|
114.53
|
12.03
|
Lahumbuti hilir
|
131.48
|
13.81
|
12.18
|
1.28
|
7.44
|
0.78
|
11.36
|
1.19
|
6.66
|
0.70
|
Lalowatu
|
47.00
|
4.937
|
12.04
|
1.27
|
2.38
|
0.25
|
19.47
|
2.05
|
30.24
|
3.18
|
Meluhu
|
31.48
|
3.307
|
15.37
|
1.61
|
1.42
|
0.15
|
4.29
|
0.45
|
32.46
|
3.41
|
Watawata
|
16.11
|
1.692
|
-
|
0
|
5.11
|
0.54
|
0.96
|
0.1
|
7.81
|
0.82
|
Jumlah
|
324.14
|
34.05
|
48.64
|
5.11
|
98.32
|
10.3
|
80.09
|
8.41
|
400.75
|
42.10
|
Sumber : Pengolahan
data dengan Analisis SIG BP DAS Sampara, 2011 berasal Adri Syawal, 2010 (Skripsi)
Tingkat kelerengan
lapangan berpengaruh pada kecepatan aliran permukaan (runoff) sehingga
memperngaruhi jumlah air yang berilfiltrasi ke dalam lapisan tanah. Sub DAS
Lahumbuti secara umum disusun oleh kemiringan lereng yang datar-hampir datar
(0-2 %) terutama pada Sub DAS Lahumbuti hilir seluas 131,48 Km2
(13,81 %) dan kemiringan lereng curam-terjal (> 30 %) terutama pada Sub DAS
Lahumbuti hulu seluas 114,53 km2 (12,03 %). Secara keseluruhan
tingkat kelerengan pada Sb DAS lahumbuti dengan klasifikasi datar-hampir datar
adalah seluas 324,14 km2 (34,05 %), landai 48,64 km2
(5,11 %), miring 98,32 Ha (10,3 %), agak curam 80,09 km2 (8,41 %)
dan curam sampai terjal seluas 400,75 km2 (42,10 %) (Syawal, 2010).
F.
Bentuk DAS
Secara umum bentuk DAS terbagi atas 3 yaitu
bentuk bulu burung, bentuk. Akan tetapi ada pula yang membaginya menjadi 4
bagian yaitu memanjang, agak memanjang, agak bulat dan bulat. Berdasarkan peta
yang didapatkan maka bentuk DAS Lahumbuti yaitu berbentuk Agak bulat. Dengan
demikan bahwa DAS ini dapat menimbulkan
banjir dimusim hujan karena pertemuan
antara air yang ada dipercabangan misalnya A dan percabangan B air yang
mengalir kehulu secara bersamaan bertemu di percabangan tersebut, sehingga
dapat menyebabkan banjir karana meluapnya air tersebut.
IV.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan peta yang terlihat, DAS Lahumbuti
berbentuk Agak bulat. Dengan demikian bahwa
DAS ini dapat menimbulkan banjir
dimusim hujan karena pertemuan antara air yang ada dipercabangan
misalnya A dan percabangan B air yang mengalir kehulu secara bersamaan bertemu
di percabangan tersebut, sehingga dapat menyebabkan banjir karana meluapnya air
tersebut. Luas DAS
Lahumbuti adalah 3.200 Ha dengan Panjang sungai utama dari Sub DAS Lahumbuti dengan skala
perbandingan 1:100000 adalah 3.400 m2. Sedangkan sistem
drainase pada DAS Lahumbuti masih baik karena masih dalam kategori tinggi
menurut pembagian sistem drainase.
Penutupan dan
penggunaan di wilayah Das Lahumbuti menunjukkan bahwa telah terjadi perubahan
fungsi yang disebabkan oleh beberapa factor yaitu 1). Pemanfaatan lahan berupa
tegalan dengan teknik berpindah dan penebangan kayu sehingga proses regenersi
hutan sering tidak terjadi, 2). Praktek penebangan kayu secara illegal logging
sehingga menurunkan fungsi hutan.
Jadi, keseluruhan
wilayah DAS Lahumbuti menunjukkan bahwa telah mengalami sedikit kerusakan
akibat penutupan dan penggunaan lahan yang tidak bijaksana sehingga
mempengaruhi perubahan debit air sungai DAS Lahumbuti serta juga dipengaruhi
oleh bentuk DAS
Lahumbuti berbentuk Agak bulat. Dengan demikian bahwa DAS ini dapat menimbulkan banjir dimusim hujan.
B. Saran
Sebaiknya
perlu diadakan konservasi dibagian hulu wilayah DAS Lahumbuti untuk memperbaiki
laju aliran debit sungai DAS Lahumbuti.
DAFTAR PUSTAKA
Arief, A. 1994. Hutan, Hakekat dan pengaruhnya terhadap
lingkungan. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.
Sinukaban, N.
1999. Masalah dan Konsepsi Pengemnbangan
Daerah Aliran Sungai. Makalah Pad Seminar Sehari Tentang Pengelolaan DAS
Terpadu Di Sulawesi Tenggara. UNHALU. Kendari, Sulawesi Tenggara, 1
November.
Syawal, A. 2010. Analisis Fungsi Hidrologi Kawasan Hutan
Lindung Sub DAS Lahumbuti Kabupaten Konawe. Skripsi. Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Haluoleo.
Kendari. Sulawesi Tenggara.
http://dony.blog.uns.ac.id/2010/06/04/morfometri-das-i/ Diakses
(20/10/2011).
PETA DAS
LAHUMBUTI Kabupaten Konawe
Tidak ada komentar:
Posting Komentar