Selasa, 27 November 2012

PENGELOLAAN DAS “Karakteristik Sub DAS Lahumbuti”


PENGELOLAAN DAS

“Karakteristik Sub DAS Lahumbuti”



Oleh:

I   S  R  A        D1B5 09 086
NANI MARLINA     D1B5 09 106
ABDUL HAKAM R.                        D1B5 09 062








JURUSAN KEHUTANAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVESITAS HALUOLEO
KENDARI
2011

I.          PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Hutan adalah suatu komunitas tumbuhan yang didominasi oleh pohon-pohon atau tumbuhan berkayau lainnya, tumbuh secara bersama-sama dan cukup rapat. Definisi hutan ini lebih menekankan kepada wujud biofisik hutan berdasarkan jenis tumbuhan yang dominan (pohon-pohon atau tumbuhan berkayu lainnya). Sifat pertumbuhan pohon (bersama-sama atau cukup rapat) dan beerfungsi sebagai komunitas tumbuhan. Secara ekologis hutan mampu menciptakan iklim mikro di dalam hutan, yang berbeda dengan keadaan sekitarnya (Arief, 1994).
Menurut UU No. 41/1999 kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan ditetapkan oleh pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap. Pemerintah menetapkan hutan berdasarkan fungsi pokok tersebut yaitu hutan konservasi, hutan lindung dan hutan produksi. Hutan lindung merupakan salah satu unsur didalam DAS yang berperan melindungi tata air, mengurangi erosi dan mencegah bahaya banjir.
DAS merupakan daerah atau suatu wilayah yang dibatasi oleh dua batas-batas topografi secara alami sehingga setiap air hujan yang jatuh dalam DAS tersebut akan mengalir melalui titik tertentu dalam DAS tersebut. DAS juga merupakan suatu sistem yang pengembanganya bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup dan meningkatkan taraf hidup manusia secara lestari. Agar suatu DAS tidak rusak maka perlu dijaga kelestarian hutan dan diperlukan pula pengelolaan DAS yang baik.
Penebangan hutan secara besar-besaran merupakan hal yang akan mempengaruhi fungsi DAS.  Seperti halnya Sub DAS Lahumbuti bagian hulu yang berfungsi sebagai kawasan konservasi yang dikelolah untuk memelihara produktivitas sumber daya lahan dan keberkelanjutan sumber daya air agar tidak terdegradasi. DAS Lahumbuti merupakan Sub DAS Sampara yang luasnya 95.198 Ha dengan luas hutan lindung seluas 248.342,98 Ha yang tersebar diseluruh Kecamatan di Kabupaten Konawe yang ditetapkan SK Menteri Kehutanan No.454/kpts-II/1999 (Dishut Konawe, 2008).
Berdasarkan hal tersebut, maka dibuatlah laporan ini untuk mengetahui karakteristik DAS Lahumbuti agar kita mendapatkan panjang sungai secara keseluruhan dan menetukan bentu/jenis DAS tersebut.
B.     Tujuan Dan Manfaat
Tujuan dari pembuatan laporan ini yaitu untuk mengetahui panjang Das Lahumbuti, Luas DAS, Kerapatan drainase, Penutupan dan penggunaan lahan, benuk DAS, Kelas topografi pada  Das Lahumbuti dan Kemiringan lereng Wilayah Das Lahumbuti.
Manfaat dari pembuatan laporan ini yaitu dapat mengetahui panjang Das Lahumbuti, Luas DAS, Kerapatan drainase, Penutupan dan penggunaan lahan, benuk DAS, Kelas topografi pada  Das Lahumbuti dan Kemiringan lereng Wilayah Das Lahumbuti.



II.       TINJAUAN PUSTAKA
A.    Pengertian DAS
Menurut Undang-Undang No. 7 tentang Sumber Daya Air Tahun 2004 disebutkan bahwa DAS adalah wilayah daratan sebagai suatu kesatuan denagan sungai dan anak-anak sungainya yang berfungsi untuk menampung, menyimpan dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan menuji ke danau atau ke laut secara alami. Sedangkan batas di darat merupakan pemisah topografi dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh oleh aktivitas daratan.
DAS merupakan suatu sistem yang perkembangannya bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup dan meningkatkan taraf hidup manusia secara lestari, sehingga sasaran pengembangan DAS akan menciptakan ciri-ciri sebagai berikut: (1) mampu memberikan produktivitas lahan yang tinggi, (2) mampu menjamin kelestarian DAS, yaitu mampu menjamin produktivitas yang tinggi, erosi/sedimen yang rendah dan fungsi DAS sebagai penyimpan air dapat memberikan “water yield” yang cukup tinggi dan merata sepanjang tahun, (3) mampu menjaga adanya pemerataan pendapatan petani dan (4) mampu mempertahankan kelestarian DAS terhadap goncangan yang terjadi (Resilient) (Sinukaban, 1999).
B.     Pola Aliran Sungai
Pola aliran merupakan pola dari organisasi atau hubungan keruangan dari lembah-lembah, baik yang dialiri sungai maupun lembah yang kering atau tidak dialiri sungai. Pola aliran dipengaruhi oleh lereng, kekerasan batuan, struktur, sejarah diastrofisme, sejarah geologi dan geomerfologi dari daerah alairan sungai. Dengan demikian pola aliran sangat berguna dalam interpretasi kenampakan geomorfologis, batuan dan struktur geologi.
a. Dendritik: seperti percabangan pohon, percabangan tidak teratur dengan arah dan sudut yang beragam. Berkembang di batuan yang homogen dan tidak terkontrol oleh struktur, umunya pada batuan sedimen dengan perlapisan horisontal, atau pada batuan beku dan batuan kristalin yang homogen.
b. Rectangular : Aliran rectangular merupakan pola aliran dari pertemuan antara alirannya membentuk sudut siku-siku atau hampir siku-siku. Pola aliran ini berkembang pada daerah rekahan dan patahan.
c. Paralel: anak sungai utama saling sejajar atau hampir sejajar, bermuara pada sungai-sungai utama dengan sudut lancip atau langsung bermuara ke laut. Berkembang di lereng yang terkontrol oleh struktur (lipatan monoklinal, isoklinal, sesar yang saling sejajar dengan spasi yang pendek) atau dekat pantai.
d. Trellis: percabangan anak sungai dan sungai utama hampir tegak lurus, sungai-sungai utama sejajar atau hampir sejajar. Berkembang di batuan sedimen terlipat atau terungkit dengan litologi yang berselang-seling antara yang lunak dan resisten.
e. Deranged : pola aliran yang tidak teratur dengan sungai dengan sungai pendek yang arahnya tidak menentu, payau dan pada daerah basah mencirikan daerah glacial bagian bawah.
f. Radial Sentrifugal: sungai yang mengalir ke segala arah dari satu titik. Berkembang pada vulkan atau dome.
g. Radial Centripetal: sungai yang mengalir memusat dari berbagai arah. Berkembang di kaldera, karater, atau cekungan tertutup lainnya.
h. Annular: sungai utama melingkar dengan anak sungai yang membentuk sudut hampir tegak lurus. Berkembang di dome dengan batuan yang berseling antara lunak dan keras.
i. Pinnate : Pola Pinnate adalah aliran sungai yang mana muara anak sungai membentuk sudut lancip dengan sungai induk. Sungai ini biasanya terdapat pada bukit yang lerengnya terjal.
j. Memusat/Multibasinal: percabangan sungai tidak bermuara pada sungai utama, melainkan hilang ke bawah permukaan. Berkembang pada topografi karst.
C.    Mengitung Panjang Sungai
Panjang sungai dapat dihitung dengan menggunakan alat bantu yang berupa benang. Benang digunakan untuk mengukur panjang sungai dengan memasang benang sesuai dengan apola aliran sungai dan kemudian diukur panjangnya dengan menggunakan penggaris. Perhitungan panjang sungai nantinya akan digunakan untuk menghitung besarnya kerapatan aliran di dalam suatu DAS. Panjang sungai dapat dihitung dengan rumus:
 
Dalam pengukuran luas bisa menggunakan cara seperti yang suda dikerjakan pada acara 3 Cara / methode pengukuran luas dari peta antara lain :


a.       Methode Segi Empat (Square Method)
Pengukuran luas dengan methode segi empat ini dilakukan dengan cara membuat petak-petak / kotak bujur sangkar pada daerah yang akan dihitung luasnya. Pada batas tepi yang luasnya setengah kotak atau lebih, dibulatkan menjadi satu kotak, sedangkan kotak yang luasnya kurang dari setengah, dihilangkan (tidak dihitung). Hal yang perlu diperhatikan adalah pertimbangan keseimbangan, harus ada penyesuaian antara kotakyang dibulatkan dengan yang dihilangkan. Sedapat mungkin, kotak / daerah yang dihilangkan sama atau seimbang dengan daerah yang dibulatkan.
)
b.      Methode Jalur ( Stripped Method)
Pengukuran luas dengan methode jalur ini dilakukan denagn membuat jalur / garis horizontal yang sejajar dan berinterval sama, kemudian pada bagian tepi jalur ditarik garis keseimbangan.
Luas A1 = (panjang x lebar A1) X skala
Atau :
Luas = I (panjang a1+A2+A3+A4+A5)
I = tinggi / lebar jalur

c.        Methode Segitiga (Triangle Method)
Pengukuran luas dengan methode segitiga ini dilakukan dengan membuat segitiga-segitiga di seluruh daerah yang akan diukur luasnya pada peta, dan pada sisa daerah diluar segitiga ditambahkan garis-garis yang tegak lurus dengan base line (sisi segitiga), yang disebut dengan offset.
Luas daerah yang dihitung = (luas segitiga + luas offset) X skala peta
Dimana
d.      Planimeter
Methode ini merupakan methode pengukuran luas dengan menggunakan alat Planimeter. Daerah yang akan diukur harus merupakan polygon / area tertutup. Cara pengukuran luas sebagai berikut : kaca pengamat planimeter diletakkan pada titik awal area yang akan diukur luasnya,kemudian alat pengamat digerakkan searah jarum mengikuti batas area yang akan diukur sampai alat pengamat kembali ke titik awal .Luas area / daerah yang dihitung, langsung dapat dibaca pada planimeter.
D.    Menghitung kerapatan aliran
Kerapatan aliran DAS atau Density, merupakan indeks yang menunjukkan banyaknya anak sungai dalam suatu DAS, dinyatakan dengan perbandingan antar panjang keseluruhan dengan luas DAS. Rumus penghitungan kerapatan aliran DAS adalah sebagai berikut:
Dd =L/A
Keterangan Dd = kerapatan drainase
L = Jumlah panjang sungai + anak sungai (km)
A = luas penampang (Km2)
Untuk mencari jumlah panjang sungai ditambah anak sungai digunakan rumus sebagai berikut:
L = (P1 + P2 + P3 +……..+ Pn ) x penyebut skala.
Dimana P = jumlah panjang sungai ditambah anak sungai.
Semakin besar nilai Dd semakin baik sistem drainasenya (semakin besar jumlah limpasannya). Nilai Dd dikelompokkan menjadi;
1.    < 0,25 km/km2 termasuk rendah
2.    0,25 – 10 km/km2 termasuk sedang
3.    10 – 25 km/km2 termasuk tinggi
4.    25 km/km2 termasuk sangat tinggi
E.     Keadaan Umum DAS Lahumbuti
Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 39/PRT/1989, Sub DAS Lahumbuti merupakan bagian dari SWS Sapara-Lasolo seluas 95.195 Ha, berada dalam wilayah Kabupaten Konawe Sulawesi Tenggara dan secara geografis terletak pada 121o10’00’’- 122o16’00” BT dan 3o26’00”- 4o08’00” LS. secara administrasi pemerintah, wilayah Sub DAS Lahumbuti meliputi wilayah Kecamatan Abuki, Tongauna, Unaaha, Anggaberi, Wawotobi, Meluhu dan Amonggedo. luas wilayah Sub DAS Lahumbuti secara administrasi disajikan pada tabel berikut:
No.
Kecamatan
Luas Wilayah Administrasi
Luas Wilayah Dalam DAS
(Ha)
%
(Ha)
%
1.
Abuki
63,756.00
45.99
42,075.00
44.20
2.
Tongauna
22,377.00
16.14
19,120.00
20.09
3.
Unaaha
20,703.00
14.93
16,200.00
17.02
4.
Anggaberi
7,501.00
5.41
6,784.00
7.09
5.
Wawotobi
12,375.00
8.93
5,730.00
6.02
6.
Meluhu
8,550.00
6.17
4,436.00
4.66
7.
Amonggedo
3,375.00
2.43
886.00
0.93
Jumlah
138,637.00
100.00
95,195.00
100.00












III.    HASIL DAN PEMBAHASAN
A.    Luas Sub DAS Lahumbuti
Luas DAS lahumbuti dengan menggunakan kertas grid, dimana luasnya dapat dihitung dengan:
)
B.     Panjang Sungai Utama
Panjang sungai dapat dihitung dengan menggunakan alat bantu yang berupa benang. Dari data pada peta Sub DAS Lahumbuti dengan skala perbandingan 1:100000 maka dapat dihitung panjang sungai ditambah anak sungai digunakan rumus sebagai berikut:
C.    Kerapatan Drainase
jumlah panjang sungai ditambah anak sungai digunakan rumus sebagai berikut:
L = (P1 + P2 + P3 +……..+ Pn ) x penyebut skala.
L = (125 + 80 + 75 +........ + 650) x 100000
= 45.510 m2
Dimana P = jumlah panjang sungai ditambah anak sungai.
Maka untuk penghitungan kerapatan aliran DAS adalah sebagai berikut:
Berdasarkan hasil tersebut bahwa nilai dari Dd yaitu 14,22 disimpulkan bahwa sistem drainase pada DAS Lahumbuti masih baik karena masih dalam kategori tinggi menurut pembagian sistem drainase. yakni
1.      < 0,25 km/km2 termasuk rendah
2.    0,25 – 10 km/km2 termasuk sedang
3.    10 – 25 km/km2 termasuk tinggi
4.    25 km/km2 termasuk sangat tinggi
D.    Penggunaan dan Penutupan Lahan Das Lahumbuti
Hasil dari data-data terhadap penggunaan lahan dan penutupan lahan Das Lahumbuti pada tahun 2010 disajikan pada Tabel berikut:
Tabel. Hasil pengamatan penggunaan dan penutupan lahan di Kawasan Sub Das Lahumbuti 2005-2010
No.
Penutupan dan penggunaan lahan
Perubahan lahan
Luas perubahan (km2)
2005
2008
Km2
%
Km2
%
1.
Kawasan hutan
672.03
70.60
666.03
69.96
-6.00
2.
Lahan perkebunan
77.32
8.12
92.84
9.75
15.52
3.
Sawah
107.97
11.34
98.67
10.37
-9.30
4.
Semak belukar
71.85
7.55
69.47
7.30
-2.38
5.
Kawasan terbangun
12.77
1.34
15.14
1.59
2.37
6.
Lahan basah
1.80
0.19
1.59
0.17
-0.21
7.
Air permukaan
8.21
0.86
8.21
0.86
0.00

Jumlah
951.95
100
951.95


Sumber : Pengolahan Data Citra Iconas Dishut Kab. Konawe, 2008 berasal dari Adri Syawal, 2010 (Skripsi)


Penyebaran penutupan dan penggunaan lahan di wilayah Sub DAS Lahumbuti sebagian besar merupakan kawasan hutan dengan luas penyebaran 662,03 Ha (69,55 %), kemudian diikuti oleh penggunaan lahan untuk kawasan pertanian (sawah dan kawasan perkebunan dan hortikultural) dengan luas penyebaan sawah 98,67 km2 (10,37%), semak belukar (campuran semak belukar dan padang ilalang) dengan luas 69,47 km2 (7,30 %) dan lahan basah (rawa air tawar) serta tubuh perairan berupa sungai dengan luas 1,59 km2 (0,17 %).
Penutupan dan penggunaan di wolayah Das Lahumbuti menunjukkan bahwa telah terjadi perubahan fungsi yang disebabkan oleh beberapa factor yaitu 1). Pemanfaatan lahan berupa tegalan dengan teknik berpindah dan penebangan kayu sehingga proses regenersi hutan sering tidak terjadi, 2). Praktek penebangan kayu secara illegal logging sehingga menurunkan fungsi hutan.
E.     Kemiringan Lereng Wilayah Das Lahumbuti
Tabel. Kemiringan Lereng Wilayah Das Lahumbuti
Kecamatan
Kemiringan lereng
0-2 %
2-7 %
7-15 %
15-30 %
30 %
Km2
%
Km2
%
Km2
%
Km2
%
Km2
%
Abuki
14.07
1.478
-
0
3.23
0.34
5.60
0.59
56.43
5.93
Anggaberi
14.35
1.507
2.71
0.26
17.75
1.86
3.79
0.4
47.49
4.99
Anggoro
16.99
1.784
-
0
22.87
2.4
11.75
1.23
53.86
5.66
Anggotoa
3.31
0.3477
4.56
0.48
-
0
4.23
0.44
17.15
1.80
Benua
41.41
4.35
1.77
0.19
27.91
2.93
3.50
0.37
34.11
3.58
Lahumbuti hulu
7.95
0.836
-
0
10.22
1.07
15.16
1.59
114.53
12.03
Lahumbuti hilir
131.48
13.81
12.18
1.28
7.44
0.78
11.36
1.19
6.66
0.70
Lalowatu
47.00
4.937
12.04
1.27
2.38
0.25
19.47
2.05
30.24
3.18
Meluhu
31.48
3.307
15.37
1.61
1.42
0.15
4.29
0.45
32.46
3.41
Watawata
16.11
1.692
-
0
5.11
0.54
0.96
0.1
7.81
0.82
Jumlah
324.14
34.05
48.64
5.11
98.32
10.3
80.09
8.41
400.75
42.10
Sumber : Pengolahan data dengan Analisis SIG BP DAS Sampara,  2011 berasal Adri Syawal, 2010 (Skripsi)

Tingkat kelerengan lapangan berpengaruh pada kecepatan aliran permukaan (runoff) sehingga memperngaruhi jumlah air yang berilfiltrasi ke dalam lapisan tanah. Sub DAS Lahumbuti secara umum disusun oleh kemiringan lereng yang datar-hampir datar (0-2 %) terutama pada Sub DAS Lahumbuti hilir seluas 131,48 Km2 (13,81 %) dan kemiringan lereng curam-terjal (> 30 %) terutama pada Sub DAS Lahumbuti hulu seluas 114,53 km2 (12,03 %). Secara keseluruhan tingkat kelerengan pada Sb DAS lahumbuti dengan klasifikasi datar-hampir datar adalah seluas 324,14 km2 (34,05 %), landai 48,64 km2 (5,11 %), miring 98,32 Ha (10,3 %), agak curam 80,09 km2 (8,41 %) dan curam sampai terjal seluas 400,75 km2 (42,10 %) (Syawal, 2010).
F.     Bentuk DAS
Secara umum bentuk DAS terbagi atas 3 yaitu bentuk bulu burung, bentuk. Akan tetapi ada pula yang membaginya menjadi 4 bagian yaitu memanjang, agak memanjang, agak bulat dan bulat. Berdasarkan peta yang didapatkan maka bentuk DAS Lahumbuti yaitu berbentuk Agak bulat. Dengan demikan bahwa  DAS ini dapat menimbulkan banjir  dimusim hujan karena pertemuan antara air yang ada dipercabangan misalnya A dan percabangan B air yang mengalir kehulu secara bersamaan bertemu di percabangan tersebut, sehingga dapat menyebabkan banjir karana meluapnya air tersebut.




















IV.             PENUTUP
A.    Kesimpulan
Berdasarkan peta yang terlihat, DAS Lahumbuti berbentuk Agak bulat. Dengan demikian bahwa  DAS ini dapat menimbulkan banjir  dimusim hujan karena pertemuan antara air yang ada dipercabangan misalnya A dan percabangan B air yang mengalir kehulu secara bersamaan bertemu di percabangan tersebut, sehingga dapat menyebabkan banjir karana meluapnya air tersebut. Luas DAS Lahumbuti adalah 3.200 Ha dengan Panjang sungai utama dari Sub DAS Lahumbuti dengan skala perbandingan 1:100000 adalah 3.400 m2. Sedangkan  sistem drainase pada DAS Lahumbuti masih baik karena masih dalam kategori tinggi menurut pembagian sistem drainase.
Penutupan dan penggunaan di wilayah Das Lahumbuti menunjukkan bahwa telah terjadi perubahan fungsi yang disebabkan oleh beberapa factor yaitu 1). Pemanfaatan lahan berupa tegalan dengan teknik berpindah dan penebangan kayu sehingga proses regenersi hutan sering tidak terjadi, 2). Praktek penebangan kayu secara illegal logging sehingga menurunkan fungsi hutan.
                        Jadi, keseluruhan wilayah DAS Lahumbuti menunjukkan bahwa telah mengalami sedikit kerusakan akibat penutupan dan penggunaan lahan yang tidak bijaksana sehingga mempengaruhi perubahan debit air sungai DAS Lahumbuti serta juga dipengaruhi oleh bentuk DAS Lahumbuti berbentuk Agak bulat. Dengan demikian bahwa  DAS ini dapat menimbulkan banjir  dimusim hujan.


B.     Saran
Sebaiknya perlu diadakan konservasi dibagian hulu wilayah DAS Lahumbuti untuk memperbaiki laju aliran debit sungai DAS Lahumbuti.




















DAFTAR PUSTAKA
Arief, A. 1994. Hutan, Hakekat dan pengaruhnya terhadap lingkungan. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.

Sinukaban, N. 1999. Masalah dan Konsepsi Pengemnbangan Daerah Aliran Sungai. Makalah Pad Seminar Sehari Tentang Pengelolaan DAS Terpadu Di Sulawesi Tenggara. UNHALU. Kendari, Sulawesi Tenggara, 1 November.

Syawal, A. 2010. Analisis Fungsi Hidrologi Kawasan Hutan Lindung Sub DAS Lahumbuti Kabupaten Konawe. Skripsi. Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Haluoleo. Kendari. Sulawesi Tenggara.
















PETA  DAS LAHUMBUTI  Kabupaten Konawe

Tidak ada komentar:

Posting Komentar