LAPORAN LENGKAP
PRAKTIKUM AGROFRESTRY
Oleh :
ISRA
D1B5 09 086
JURUSAN KEHUTANAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS HALUOLEO
KENDARI
2011
I.
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Dalam Bahasa Indonesia, kata Agroforestry dikenal dengan istilah wanatani atau agroforestri
yang arti sederhananya adalah menanam pepohonan di lahan pertanian,
agroforestri dapat dikelompokkan menjadi dua sistem, yaitu sistem agroforestri sederhana dan sistem agroforestri kompleks.
Sistem agroforestri
sederhana adalah suatu sistem pertanian dimana pepohonan ditanam secara tumpang-sari dengan satu atau lebih
jenis tanaman semusim. Pepohonan bisa ditanam sebagai pagar mengelilingi petak
lahan tanaman pangan, secara acak dalam petak lahan, atau dengan pola lain
misalnya berbaris dalam larikan sehingga membentuk lorong/pagar.
Sistem agroforestri kompleks, adalah suatu
sistem pertanian menetap yang melibatkan banyak jenis tanaman pohon (berbasis pohon) baik sengaja ditanam
maupun yang tumbuh secara alami pada sebidang lahan dan dikelola petani
mengikuti pola tanam dan ekosistem menyerupai hutan. Di dalam sistem ini,
selain terdapat beraneka jenis pohon, juga tanaman perdu, tanaman memanjat
(liana), tanaman musiman dan rerumputan dalam jumlah banyak. Penciri utama dari
sistem agroforestri kompleks ini adalah kenampakan fisik dan dinamika di
dalamnya yang mirip dengan ekosistem hutan alam baik hutan primer maupun hutan
sekunder, oleh karena itu sistem ini dapat pula disebut sebagai Agroforest.
Penanaman berbagai macam pohon dengan atau tanpa tanaman
setahun (semusim) pada lahan yang sama sudah sejak lama dilakukan petani di
Indonesia. Contoh ini dapat dilihat dengan mudah pada lahan pekarangan di
sekitar tempat tinggal petani. Praktek ini semakin meluas belakangan ini
khususnya di daerah pinggiran hutan dikarenakan ketersediaan lahan yang semakin
terbatas.
Konversi hutan alam menjadi lahan pertanian disadari
menimbulkan banyak masalah seperti penurunan kesuburan tanah, erosi, kepunahan
flora dan fauna, banjir, kekeringan dan bahkan perubahan lingkungan global.
Masalah ini bertambah berat dari waktu ke waktu sejalan dengan meningkatnya
luas areal hutan yang dikonversi menjadi lahan usaha lain.
Agroforestri muncul sebagai suatu cabang ilmu pengetahuan
baru di bidang pertanian atau kehutanan. Ilmu Agroforestry berupaya mengenali
dan mengembangkan keberadaan sistem agroforestri yang telah dikembangkan petani
di daerah beriklim tropis maupun beriklim subtropis sejak berabad-abad yang
lalu.
Agroforestri merupakan gabungan ilmu kehutanan dengan
agronomi, yang memadukan usaha kehutanan dengan pembangunan pedesaan untuk
menciptakan keselarasan antara intensifikasi pertanian dan pelestarian hutan,
Agroforestri diharapkan bermanfaat selain untuk mencegah perluasan tanah
terdegradasi, melestarikan sumberdaya hutan, meningkatkan mutu pertanian serta
menyempurnakan intensifikasi dan diversifikasi silvikultur. Sistem ini telah
dipraktekkan oleh petani di berbagai tempat di Indonesia selama
berabad-abad,misalnya sistem ladang berpindah, kebun campuran di lahan sekitar
rumah (pekarangan) dan padang penggembalaan. Contoh lain yang umum dijumpai di
Jawa adalah mosaik-mosaik padat dari hamparan persawahan dan tegalan produktif
yang diselang-selingi oleh rerumpunan pohon. Sebagian dari rerumpunan pohon
tersebut mempunyai struktur yang mendekati hutan alam dengan beraneka-ragam
spesies tanaman.
Berdasarkan motivasi yang dimiliki petani, terdapat dua
sistem terbentuknya agroforestri di lapangan yaitu sistem bercocok tanam
"tradisional" dan sistem "modern". Sistem "tradisional"
adalah sistem yang "dikembangkan dan diuji" sendiri oleh petani,
sesuai dengan keadaan alam dan kebutuhan atau permintaan pasar, serta sejalan
dengan perkembangan pengalamannya selama bertahun-tahun dari satu generasi ke
generasi.
Dari latar belakang di atas
maka dilakukanlah praktikum
mengenai Agroforestry yang di lakukan
atau yang di gunakan oleh petani yang bertani disekitar hutan Nanga-nanga.
B.
Tujuan
Tujuan dari pelaksanaan Praktikum
Agroforestry ini yaitu :
1.
Untuk mengetahui Sistem Agroforestry yang di gunakan oleh
petani sekitar hutan Nanga-nanga.
2.
Untuk mengetahui apakah system agroforestry yang digunakan
oleh masyarakat sekitar hutan nanga-nanga berjalan dengan baik atau tidak.
C.
Manfaat
Manfaat
yang ingin dicapai dari pelaksanaan praktikum ini yaitu :
1. Agar kita dapat mengetahui system agroforestry yang digunakan oleh
mesyarakat dalam hal ini petani sekitar hutan nanga-nanga.
2. Agar kita dapat mengtahui apakah system agroforestri yang digunakan oleh
masyarakat atau petani sekitar hutan nanga-nanga berjalan baik atau
tidak.
II.
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Pengertian
Agroforestry
Agroforestri merupakan suatu
alternative perladangan berpindah, sebagai suatu pendekatan sistematis untuk
pengintegrasiaan kembali unsur-unsur dasarnya ke dalam bentuk penggunaan lahan
yang produktif, lestari, yang secara politis berada dibawah tekanan penduduk,
persaingan penggunaan lahan,tenaga kerja dan input-input
produksi lainnya. (Abstrak Hutan,1989)
Dalam Bahasa Indonesia, kata agroforestry
dikenal dengan istilah wanatani atauagroforestri yang
arti sederhananya adalah menanam pepohonan di lahan pertanian. Sistem
agroforestri merupakan kombinasi antara aneka jenis pepohonan dengan tanaman
semusim dengan/tanpa ternak atau hewan. Agroforest merupakan salah satu model
pertanian berkelanjutan yang tepatguna,sesuai dengan keadaan petani.
Pengembangan pertanian komersial khususnya tanaman semusim, menuntut terjadinya
perubahan sistem produksi secara total menjadi sistem monokultur dengan masukan
energi, modal, dan tenaga kerja dari luar yang relatif besar yang tidak sesuai
untuk kondisi petani. Selain itu, percobaan-percobaan yang dilakukan untuk
meningkatkan produksi tanaman komersial selalu dilaksanakan dalam kondisi
standar yang berbeda dari keadaan yang lazim dihadapi petani. Tidak
mengherankan bila banyakhasil percobaan mengalami kegagalan pada tingkat
petani. (http://www.scribd.com)
Lundgren dan
Raintree mengemukakan bahwa Agroforestri adalah istilah kolektif untuk
sistem-sistem dan teknologi-teknologi penggunaan lahan, yang secara
terencana dilaksanakan pada satu unit lahan dengan mengkombinasikan tumbuhan
berkayu (pohon, perdu, palem, bambu dll.) dengan tanaman pertanian dan/atau
hewan (ternak) dan/atau ikan, yang dilakukan pada waktu yang bersamaan atau
bergiliran sehingga terbentuk interaksi ekologis dan ekonomis antar berbagai
komponen yang ada. ( http://www.bpdas-pemalijratun.net)
Menurut
King dabn Chandler Agroforestry merupakan suatu sistem pengelolaan lahan dengan
berasaskan kelestarian, yang meningkatkan hasil lahan secara keseluruhan,
mengkombinasikan produksi tanamaan (termasuk tanaman pohon-pohonan) dan tanaman
hutan dan/atau hewan secara bersamaan atau berurutan pada unit lahan yanag
sama, dan menerapkan cara-cara pengelolaan yang sesuai dengan kebudayaan
penduduk setempat". (http://www.lablink.or.id/Env/Agroforestri/agf-def.htm).
Nair berpendapat bahwa
Agroforestri
adalah suatu nama kolektif untuk sistem-sistem penggunaan lahan teknologi,
dimana tanaman keras berkayu (pohon-pohonan, perdu, jenis-jenis palm, bambu,
dsb) ditanam bersamaan dengan tanaman pertaian, dan/atau hewan, dengan suatu
tujuan tertentu dalam suatu bentuk pengaturan spasial atau urutan temporal, dan
didalamnya terdapat interaksi-interaksi ekologi dan ekonomi diantara berbagai
komponen yang bersangkutan. (http://www.lablink.or.id/Env/Agroforestri/agf-def.htm)
Agroforestry merupakan kegiatan
penggunaan lahan yang bertujuan untuk mempertahankan atau meningkatkan hasil
total secara lestari, dengan cara mengkombinasikan tanaman berkayu (pohon)
dengan tanaman pangan atau tanaman pakan ternak pada sebidang lahan yang sama,
baik secara bersamaan atau secara bergantian, dengan menggunakan
praktek-praktek pola pengelolaan yang sesuai dengan kondisi ekologi, ekonomi,
sosial dan budaya setempat. (http://repository.usu.ac.id)
B.
Jenis-Jenis
Agroforestry
Beberapa
model Agroforestri yang dapat dikembangkan adalah "Agrisilvopastur
", yaitu penggunaan lahan secara sadar dan dengan pertimbangan masak
untuk memproduksi sekaligus hasil-hasil pertanian dan kehutanan. "Sylvopastoral
system ", yaitu suatu sistem pengelolaan lahan hutan untuk
menghasilkan kayu dan memelihara ternak. "Agrosylvo-pastoral system ",
yaitu suatu sistem pengelolaan lahan hutan untuk memproduksi hasil pertanian
dan kehutanan secara bersamaan, dan sekaligus untuk memelihara hewan ternak.
"Multipurpose forest ", yaitu sistem pengelolaan dan penanaman
berbagai jenis kayu, yang tidak hanya untuk hasil kayunya, akan tetapi juga
daun-daunan dan buah-buahan yang dapat digunakan sebagai bahan makanan manusia,
ataupun pakan ternak (http://webmaster@lablink.or.id).
Agrisilvikultur
adalah sistem agroforestri yang mengkombinasikan komponen kehutanan (atau
tanaman berkayu/woody plants) dengan komponen pertanian (atau tanaman
non-kayu). Tanaman berkayu dimaksudkan yang berdaur panjang (tree crops)
dan tanaman non-kayu dari jenis tanaman semusim (annual crops).
Dalam agrisilvikultur, ditanam pohon serbaguna (lihat lebih detil pada bagian multipurpose
trees) atau pohon dalam rangka fungsi lindung pada lahanlahan pertanian
(Nair, 1989; dan Young, 1989).
C.
Manfaat
Agroforestry
Ø
Sosial Budaya
Salah satu sasaran utama dari setiap usaha pertanian termasuk agroforestri
adalah produksi yang berkelanjutan (sustainable) yang dicirikan oleh
stabilitas produksi dalam jangka panjang. Beberapa indikator terselenggaranya
system pertanian yang berkelanjutan adalah (a) dapat dipertahankannya sumber
daya alam sebagai penunjang produksi tanaman dalam jangka panjang, (b) penggunaan
tenaga kerja yang cukup rendah, (c) tidak adanya kelaparan tanah, (d) tetap
terjaganya kondisi lingkungan tanah dan air, (e) rendahnya emisi gas rumah kaca
serta (f) terjaganya keanekaragaman hayati.
Tidak adanya kelaparan tanah pada sistem tersebut, dapat diartikan sebagai
cukupnya kandungan bahan organik tanah, terpeliharanya kesetimbangan unsur
hara, terpeliharanya struktur dan kondisi biologi tanah serta adanya
perlindungan tanaman terhadap gulma, hama.
Namun demikian, upaya ini tidak bisa terlepas dari tingkatan yang lebih
tinggi (meso dan makro). Kebijakan nasional, regional dan internasional melalui
pemberlakuan berbagai peraturan dan undang-undang (hukum) dapat mendorong
pengembangan atau justru menghancurkan praktek - praktek agroforestri. (http://mawarhitamsempurna.blogspot.com).
Ø
Ekologi
Pada awalnya, Young (1991) mengembangkan model SCUAF (Soil Changes Under
Agroforestry). Model ini membantu untuk memberikan pilihan pengelolaan
tanah di dalam sistem agroforestri, dan dibandingkan dengan bentuk penutupan
lainnya seperti hutan monokultur atau tanaman semusim monokultur (Young, 1997).
Model ini menperhitungkan faktor-faktor yang mempengaruhi erosi tanah, siklus
karbon atau bahan organik tanah dan siklus unsur hara tanah (N,P,K). Model ini
meniru dinamika bahan organik tanah, keseimbangan nitrogen dan pospor tanah,
erosi tanah dan pertumbuhan tanaman, dengan selang waktu satu tahun. Oleh
karena itu model ini menduga jangka menengah dan jangka panjang perubahan tanah
dari suatu system agroforestri yang spesifik. Air tanah tidak dimodelkan dalam
SCUAF.
PARCH mensimulasi pertumbuhan, perkembangan dan hasil tanaman biji-bijian
C4 tropis, dan memperhitungkan secara khusus pengaruh radiasi matahari, ketersediaan
air tanah, kelembaban atmosphir dan temperatur di kondisi lahan kering. HyPAR
mensimulasikan siklus N secara harian, menghitung kompetisi air dan nitrogen di
mana disimulasikan pergerakan air dan nitrogen secara vertikal, status air
tanah dan nitrogen, pertumbuhan perakaran pohon dan tanaman semusim, hambatan
pergerakan air dan nitrogen hingga 15 lapisan tanah (Mobbs, 1997). Model ini
akrab dengan pengguna, ditunjang dengan data base yang mendiskripsikan
banyak tipe-tipe pohon, tanaman semusim dan tanah, dan mampu mensimulasikan
perbedaan pola akar dalam sistem agroforestri, tetapi didistribusikan sebagai
program yang dikompilasi sehingga tidak mudah untuk dimodifikasi struktur
modelnya atau untuk memperoleh tipe output yang baru (Rowe, 1999).
Model WaNuLCAS (Water Nutrient and Light Captured in Agroforestry
Systems) meniru kesetimbangan air, C, N, P dan bahan organik tanah dalam
system agroforestri secara harian (Van Noordwijk, 1999). Model ini disusun
dalam lingkungan model STELLA IV(Chichakly, 1996). STELLA adalah perangkat
lunak lingkungan pemodelan di mana dinamika model disajikan secara visual dan
sederhana. Model WaNuLCAS mensimulasi kondisi empat lapisan tanah dan empat
zone, sehingga memberikan 16 spatial kompartemen yang nyata. Model WaNuLCAS
juga mempertajam proses-proses interaksi di bawah tanah. Model ini dapat
digunakan untuk memahami pilihan pengelolaan masa transisi agroforestri.
Ø
Manfaat Ekonomi
Sistim agroforestry pada suatu lahan akan memberikan manfaat ekonomi yang nyata bagi petani, masyarakat dan
daerah setempat. Manfaat tersebut berupa:
a.
Peningkatan dan penyediaan hasil
berupa kayu pertukangan, kayu bakar, pangan, pakan ternak dan pupuk hijau.
b.
Mengurangi timbulnya kegagalan panen secara
total, yang sering terjadi pada sistim pertanian monokultur
c.
Memantapkan dan meningkatkan
pendapatan petani karena adanya peningkatan dan jaminan kelestarian produksi.
d.
Perbaikan standar hidup petani karena ada pekerjaan
yang tetap dan pendapatan yang lebih tinggi.
e.
Perbaikan nilai gizi dan tingkat kesehatan
petani dan adanya peningkatan jumlah dan keaneka-ragaman hasil pangan yang
diperoleh.
f. Perbaikan sikap masyarakat dalam cara bertani : melalui tempat penggunaan
lahan yang tetap. (http://hijauqoe.wordpress.com).
III.
METODE PRAKTIKUM
A.
Tempat dan Waktu
Praktikum ini
dilaksanakan pada hari Minggu, 27 November 2011 pukul 08.00 WITA sampai selesai
dan bertempat disekitar kawasan
hutan lindung Papalia (Nanga-nanga) Kelurahan Anduonohu Kota Kendari,
Sulawesi Tenggara.
B.
Bahan dan Alat
Alat dan bahan yang
digunakan dalam praktikum ini adalah kuisioner yang memuat pertanyaan terkait
objek praktikum yang akan diamati, alat tulis menulis dan kamera sebagai
dokumentasi.
C.
Prosedur Kerja
Prosedur kerja dalam praktikum
ini adalah sebagai berikut:
1.
Membuat pertanyaan sebagai bahan wawancara dilapangan.
2.
Kemudian Melakukan wawancara terhadap masyarakat yang
terlibat dalam keanggotaan Kelompok Tani Pengelola Hutan (KTPH) terkait dengan
penerapan model agroforestri yang mereka gunakan (Aspek Biofisik Pola
Agroforestri yang diterapkan, Aplikasi Ekonomi Agroforestri, dan Diagnosa
Sistem Agroforestri). Wawancara dilakukan dengan teknik berkelompok.
3.
Membuat dokumentasi mengenai proses wawancara.
4.
Menuliskan hasil wawancara dalam bentuk laporan.
IV.
GAMBARAN UMUM
LOKASI
A.
Letak dan Luas
Secara geografis kawasan hutan lindung Papalia (Nanga-nanga) terletak di
antara 4’4’44˚ LS dan 122’1520˚ BT. Kawasan hutan lindung Papalia (Nanga-nanga)
terletak diwilayah administrasi yaitu pemerintahan Kecamatan Moramo Kabupaten
Konawe Selatan, Kecamatan Poasia dan Kecamatan Baruga Kota Kendari dengan luas
kawasan 2515 ha, lingkar gelang kawasan hutan 58 Km, tata letak rekontruksi
batas dilaksanakan oleh BIPHUT SULTRA dengan panjang kawasan hutan 45,0 Km.
Berdasarkan surat keputusan No.
639/Kpts/um/9/1982 tertanggal 1 September 1982, dan dilakukan perubahan melalui
Kepmen Kehutanan No. 426/Kpts-II/97 tertanggal 30 Juli 1997 oleh Menteri
Kehutanan tentang penetapan kawasan gunung Papalia/Nanga-Nanga sebagai kawasan
lindung dan kawasan produksi tetap. Sedangkan batas-batas kawasan hutan lindung
Papalia (Nanga-nanga) adalah disebalah
utara berbatasan dengan Teluk Kendari, di sebelah selatan berbatasan dengan
Kecamatan Baruga, sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Abeli, dan sebelah
barat berbatasan dengan Kecamatan Kambu.
B.
Keadaan Iklim dan
Topografi
Kawasan
hutan lindung Papalia (Nanga-nanga) terletak pada ketinggian 20-450 mdpl diatas
permukaan laut dengan pH tanah berkisar antara 4,5 s/d 5,7 dengan katagori
masam sampai agak masam dengan keadaan topografi landai hingga sangat curam
(bergunung). Kelerengan berkisar antara 8 % sampai diatas 40 %.
Berdasarkan
data curah hujan 10 tahun (1998-2007) diperoleh dari stasiun klimatologi
bandara Wolter Monginsidi, kawasan ini memiliki tipe iklim C3, dengan curah
hujan tahunan berkisar 1113 mm sampai 2289 mm. Pada umumnya beriklim tropis
dengan suhu rata-rata 25ºC – 27ºC, dengan curah hujan rata – rata 2240,9 mm.
Kawasan hutan lindung Papalia memiliki dua musim yaitu musim Penghujan yang
berlangsung pada bulan Oktober hingga bulan Maret dan Musim Kemarau yang
berlangsung pada bulan Juli hingga September. Sedangkan Untuk Bulan April, Mei
dan Juni oleh masyarakat setempat dikenal sebagai masa pancaroba.
C.
Keadaan Sosial
Budaya
Keadaan Sosial Budaya Penduduk atau masyarakat yang berada di daerah sekitaran Kawasan hutan lindung Papalia (Nanga-nanga) rata-rata bermata pencarian
sebagai petani baik tanaman musiman, holtikultura, kehutanan ,palawija dan
beternak ikan maupun hewan.
V.
HASIL DAN
PEMBAHASAN
A.
Hasil Pengamatan
Responden Pertama
Pola :
Gabungan antara tanaman kehutanan, pertanian, serta peternakan dan perikanan
(Agrosilvopasturafishery)
Nama Responden : Pak Amrin
Umur : 39 Tahun
Luas Lahan : 70 are atau 0,7 ha
Tabel 1. Hasil
pengamatan tentang tanaman Kehutanan dan Pertanian
Jenis tanaman
|
Pengeluaran/3bln
(Rp)
|
Penerimaan /3bln
(Rp)
|
Pendapatan/3bln
(Rp)
|
Keterangan
|
Jati
|
-
|
7.500.000
|
7.500.000
|
Tidak dilakukan
perawatan
|
Coklat
|
-
|
-
|
-
|
Tumbuh liar
|
Pisang
|
-
|
-
|
-
|
Bibit tidak dibelidan belum dipanen
|
Cabe rawit
|
-
|
20.000
|
20.000
|
Bibit tidak
dibeli
|
Tomat
|
25.000
|
720.000
|
695.000
|
Pengeluaran untuk
pupuk kandang
|
Mangga
|
-
|
500.000
|
500.000
|
Bibit tidak
dibeli dan Kosumsi sendiri
|
Kelapa
|
-
|
24.000
|
24.000
|
Bibit tidak
dibeli dan hasilnya dikonsumsi
|
|
-
|
200.000
|
200.000
|
Bibit tidak
dibeli dan hasilnya dikonsumsi
|
Lanjutan Tabel 1.
|
||||
|
-
|
100.000
|
100.000
|
Bibitnya tidak
dibeli dan hasilnya dikonsumsi
|
Ubi-ubian
|
-
|
500.000
|
500.000
|
Bibitnya tidak
dibeli dan hasilnya dikonsumsi
|
Langsat
|
-
|
25.000
|
25.000
|
Bibitnya tidak
dibeli dan hasilnya dikonsumsi
|
Jumlah
|
25000
|
9.589.000
|
9.474.000
|
|
Sumber : Pengolahan data primer 2011
Tabel 2. Hasil
pengamatan pada perternakan
Jenis Ternak
|
Pengeluaran (Rp)
|
Penerimaan
(Rp)
|
Pendapatan
(Rp)
|
Keterangan
|
Kambing
|
240.000
|
-
|
-240.000
|
Menerima bantuan
dari pemerintah
|
Ayam
|
275.000
|
500.000
|
225.000
|
Pengeluaran
makanan (dedak)
|
Jumlah
|
515.000
|
500.000
|
-15.000
|
|
Sumber : Pengolahan data primer 2011
Tabel 3. Hasil
pengamatan pada perikanan
Jenis Ikan
|
Pengeluaran (Rp)
|
Penerimaan (Rp)
|
Pendapatan (Rp)
|
Keterangan
|
Ikan Mas
|
500.000
|
-
|
-500.000
|
Dalam
pengembangan
|
Ikan Mujair
|
200.000
|
-
|
-200.000
|
Dalam
pengembangan
|
Lele Jumbo
|
150.000
|
-
|
-150.000
|
Dalam
pengembangan
|
Jumlah
|
850.000
|
-
|
- 850.000
|
|
Sumber : Pengolahan data primer 2011
Responden Kedua
Pola :
Gabungan antara tanaman kehutanan dan pertanian (Agrosilvikulture)
Nama Responden : Pak Rustam
Umur : 52 Tahun
Luas Lahan : 1 Ha
Tabel 1. Hasil pengamatan tanaman kehutanan
Jenis Tanaman
|
Pengelua ran/3bln
(Rp)
|
Penerimaan/3bln
(Rp)
|
Pendapatan/3bln
(Rp)
|
Keterangan
|
Jabon
|
-
|
-
|
-
|
Tumbuh liar
|
Jati
|
-
|
-
|
-
|
Tumbuh liar
|
Jati Putih
|
-
|
-
|
-
|
Tumbuh liar
|
Jumlah
|
-
|
-
|
-
|
|
Sumber : Pengambilan data primer 2011
Tabel 2. Hasil
pengamatan tanaman pertanian
Jenis Tanaman
|
Pengeluaran/3bln
(Rp)
|
Penerimaan/3bln
(Rp)
|
Pendapatan/3bln
(Rp)
|
Keterangan
|
Nangka
|
-
|
50.000
|
50.000
|
Hasil panen
dijual
|
Ubi-ubian
|
-
|
90.000
|
90.000
|
Hasil panen
dijual
|
Kacang panjang
|
150.000
|
75.000
|
-75.000
|
Hasil panen
dijual
|
Terong
|
-
|
-
|
-
|
Belum
menghasilkan
|
Jumlah
|
150.000
|
215.000
|
65.000
|
|
Sumber : Pengambilan data primer 2011
B.
Pembahasan
Pada praktikum ini dilakukan disekitar hutan lindung Papalia (Nanga-nanga) dengan
mengambil dua contoh responden petani yaitu petani yang menggunakan pola Agrosilvopasturafishery
dan Agrosilvikultur.
Responden pertama menggunakan pola
Agrosilvofishery denagan luas lahan 70 are atau 0,7 ha, dalam artian
agrosilvofishery adalah penggabungan jenis tanaman pertanian dan kehutanan dan
peternakan beserta perikanannya yang dilakukan dalam satu areal lahan.
Tanaman kehutanan yang ditanam dalam satu areal tersebut
diantaranya jati dimana pendapatan Rp.7.500.000,-/3bln tanpa melakukan perawatan tanaman, sedangkan
tanaman pertaniannya diantaranya Cabe (Rp.20.000,-/3bln) menggunakan bibit
sendiri, Tomat (Rp.695.000,-/3bln)
biaya yang dikeluarkan hanya pembelian pupuk kandang, Mangga (Rp.500.000,-/3bln)
bibit tidak dibeli dan dikomsumsi sendiri, Kelapa (Rp.24.000,-/3bln) bibit
tidak dibeli dan hasilnya dikomsumsi sendiri, Nangka (Rp.200.000,-/3bln) bibit
tidak dibeli dan hasilnya dikomsumsi sendiri, Sirsak (Rp.100.000,-/3bln) bitnya
tidak di beli dan hasilnya dikomsumsi sendiri, Ubi-ubian (Rp.500.000,-/3bln)
bibit tidak dibeli dan hasilnya dikomsumsi sendiri, Langsat (RP.25.000,-/3bln)
bibit tidak dibeli dan hasilnya di komsumsi sendiri dari jenis tanam pertanian
dan kehutanan yang ditanam mendapatkan keuntungan dengan penerimaan keseluruhan
(Rp.9.474.000,-/3bln).
Hewan ternak yang
di pelihara adalah kambing dari bantuan pemerintah dengan pengeluaran Rp.24.000,- tetapi peneriamaan/3bln belum dihasilkan, Ayam (Rp.225.000,-/3bln) dimana pengeluaran
yang dikeluarkan untuk membeli makanan ternak, dengan total penerimaan dari hewan
ternak belum ada btetapi pengeluaran dengan sebesar Rp.15.000,-.
Pada jenis
perikanan yang dihasilkan adalah Ikan mas dengen pengeluaran Rp.500.000,- untuk
pengembangan, ikan Mujair Rp.200.000,- untuk pengembangan, ikan Lele Dumbo
Rp.150.000,- pengeluaran untuk pengembangan, penerimaan/3bln belum ada karena
3bln untuk jenis ternak belum ada penghasilan atau pendapatan terlihat sangat
jelas besar total pengeluaran sebesar Rp.850.000,-/3bln, jadi besar total
pendapatan yang diterima dari pola Agrosilvofishery sebesar Rp.8.609.000.
Responden
kedua
membuka lahan dengan pola Agrosilvikultur, menurut (Nair, 1989 dan Young, 1989) Agrisilvikultur adalah sistem
agroforestri yang mengkombinasikan komponen kehutanan (atau tanaman berkayu/woody
plants) dengan komponen pertanian (atau tanaman non-kayu). Tanaman berkayu
dimaksudkan yang berdaur panjang (tree crops) dan tanaman non-kayu dari
jenis tanaman semusim (annual crops). Dalam agrisilvikultur,
ditanam pohon serbaguna (lihat lebih detil pada bagian multipurpose trees)
atau pohon dalam rangka fungsi lindung pada lahan-lahan pertanian.
Jenis tanaman kehutanan yang ada adalah
Jabon, Jati, Jati putih, tanaman ini
tidak ditanam oleh petani tersebut tetapi merupakan tanaman liar, penerimaan
untuk jenis tanaman kehutanan tidak ada karena belum menghasilkan.
Untuk jenis tanaman pertanian yang
ditanam adalah Ubi (Rp.50.000/3bln) dengan hasil panen dijual, Ubi-ubian
(Rp.90.000/3bln) hasil panen dijual, kacang panjang (Rp.-75.000/3bln) hasil dijual tetapi
pengeluaran lebih banyak dalam 3bln dari pada penerimaan, Terong belum
menghasilkan untuk per 3 bulan, jadi untuk jenis tanaman pertanian total
pendapatan sebesar Rp.65.000/3bln
VI.
KESIMPULAN DAN SARAN
A.
Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat ditarik dari pelaksanaan praktikum ini
adalah :
1) Jenis Agroforestry yang digunakan
oleh petani sekitar hutan lindung nanga-nanga adalah Agrosilvopasturafishery
dan Agrosilvikultur.
2) Dari hasil pengamatan langsung
lapangan, Jenis Agrosilvopasturafishery lebih banyak pendapatan yang diterima
dengan total pendapatan sebesar Rp.8.609.000,- sedangkan Agrosilvikultur total pendapatan
sebesar Rp.65.000.
B. Saran
Saran yang dapat saya sampaikan dari
pelaksanaan praktikum ini yaitu agar praktikum selanjutnya lebih ditingkatkan
lagi dan pengambilan responden bisa lebih agar kita lebih bisa membedakannya
antar pola agro yang digunakan para petani.
DAFTAR PUSTAKA
Abstrak Hutan dan
kehutanan Vol. 1, no 1, 1989. Agroforestry. Proyek Pembangunan
perpustakaan Manggala Wanabakti.Jakarta.
diakses tgl 29 Nov 2011
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/25461/5/Chapter%20I.pdf, diakses tgl 29 Nov 2011
http://www.bpdaspemalijratun.net/index.php?option=comcontent&view=article&id=57:jenis-agroforestri, diakses tgl 29 Nov 2011
diakses tgl 29 Nov 2011
diakses tgl 29 Nov 2011
Nair PKR. 1989. An introduction to agroforestry. Kluwer
Academic Publihers in cooperation with ICRAF. Netherlands.
Rowe E. 1999. The safety-net role of tree roots in
hedgerow intercropping systems. Ph.D.Thesis. Department of Biological
Sciences, Wye College, University of London.
Van Noordwijk M dan
B Lusiana. 1999. WaNuLCAS: a model of
water, nutrient and light capture in agroforestry systems. Agroforestry
Systems 43: 217-242.
Young A and P
Muraya. 1991. SCUAF: soil changes under
agroforestry. Agric. Sys. Info.Technol. Newsletter 3: 20-23.
Young A. 1997. Agroforestry for soil management (2nd
edition). CAB International,Wallingford, UK.
Saya ingin berbagi di sini tentang bagaimana Tuan Pedro memberi saya pinjaman sebesar £820.000,00 untuk memperluas bisnis saya dengan tingkat pengembalian tahunan 2%. Saya sangat bersyukur dan saya pikir saya harus membagikannya di sini. Berikut alamat emailnya: pedroloanss@gmail.com / WhatsApp +393510140339 jika ada di sini yang mencari suku bunga pinjaman yang terjangkau.
BalasHapus